Sabtu, 22 Mei 2010

PENGERTIAN DASAR ADAT BATAK

I. PENDAHULUAN

Secara definisi Lothar Schreiner mengatakan adat berarti suatu sikap (tingkah laku), kebiasaan dan kelaziman yang sesuai dengan norma yang diturun-alihkan, karena terjadi berulang-ulang, mendapat sifat sebagai “sudah ada”. Paul B. Pederson mengemukakan bahwa adat membimbing orang perorangan dan masyarakat dan menjaga refleksi mikrokosmos dari tata tertib makrokosmos.

Maria Bons-Strom (Psikolog) pernah mempertanyakan apa yang mempengaruhi pemuda-pemudi sekarang, sehingga sikap mereka berbeda dari sikap pemuda-pemudi dulu? Jawaban ia adalah “ kuasa adat-istiadat semakin lama semakin kurang mentukan.” Pada kesempatan kali ini kita tidak ingin membahas pertanyaan Maria, namun kita akan berkenalan dengan Adat Batak meskipun membicarakan secara ringkas dan melihat Peranan Adat Dalam Tata Hidup Batak sehingga disebut kehidupan yang “maradat”. Dalam bagian terakhir kita akan mencoba melihat bagaimana kita Hidup Maradat dalm kehidupan sekarang dan masa yang akan dating

II. PEMAHAMAN KONSEPTUAL ADAT BATAK

Adat Batak adalah rangkaian peraturan dan hukum tidak tertulis yang mengatur segala aspek kehidupan orang perorangan, keluarga, kelompok-kelompok masyarakat serta masyarakat Batak secara keseluruhan.

Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan perorang harus berjalan dalam tatanan adat, ikatan keluarga harus dilaksanakan dan dikukuhkan dalam ketentuan adat sehingga harus dilewati melalui suatu upacara ritual adat.

Setiap permasalahan yang timbul antar anggota masyarakat di anggap sebagai gangguan keseimbangan kehidupan makrokosmos, sehingga harus segera diatasi dengan upacara ritual adat.

Ungkapan “ Adat do ugari, sinihathon ni mulajadi; siradotan manipat ari, siulaon di siulubalangari” artinya Adat adalah hokum dan aturan yang harus dipelihara sepanjang hari dan dilaksanakan sepanjang hidup. Adat juga mengatur tata cara pemujaan, penyembahan para dewata dan roh nenek moyang yang akan menjaga, memelihara ketenangan dan kesenangan para dewata dan roh-roh tersebut sehingga kekuatan-kekuatan mistis tidak menggangu kehidupan manusia.

III. KANDUNGAN SPIRITUAL ADAT BATAK

Sebagaimana di sebutkan diatas, adat Batak adalah hokum dan peraturan yang di wahyukan oleh dewata tertinggi, yaitu Mulajadi Nabolon, kepada nenek moyang. Orang Batak yang kemudian mengamanatkannya untuk dipelihara dan dilaksanakan keturunannya sepanjang masa.

Semua jenis upacara , baik kecil maupun besar, baik upacara sukacita maupun upacara dukacita, tata cara telah diatur sedemikian rupa. Segala material, peralatan serta sarana yang digunakan untuk ritual itu harus bersih dari roh jahat atau yang mengandung “tondi” atau kekuatan misitis.

Adat Batak sangat erat dengan kandungan spritualitas yang berhubungan dengan kepercayaan lama atau religi lama orang Batak. Sehingga kehidupan orang Batak disebut sebagai kehidupan yang religious bahkan amat religious. Religiositas inilah yang diperkirakan justru menjadi pintu masuk religi baru yaitu keKristenan secara mudah masuk ke Bangsa Batak. Religiositas orang batak merupakan persiapan penerimaan Injil Kristus yang akan dating di kemudian hari (preparation evangelica).

IV. DALIHAN NATOLU DAN PERILAKU ORANG BATAK

Sejak kecil orang batak diperkenalkan dan diajari untuk berhubungan seluruh kerabat sekampungnya (haha-anggi, bapa uda, bapa tua, ompung, dsb) yang merupakan kelompok dongan tubunya. Demikian juga halnya terhadap amangboru/ namboru, ito/lae dengan kerabatnya yang merupakan kelompok boru, serta terhadap tulang dengan seluruh kerbatnya, yang merupakan kelompok hula-hula.

Dalam pergaulan sehari-hari, contohnya seperti saya juga belajar tentang tata-krama berkomunikasi dengan kelompok-kelompok kerabat tersebut. Sehingga saya menjadi seorang dewasa telah mampu menilai tata hidup yang saya jalankan bersama dengan seluruh anggota masyarakat , secara tidak sadar tertanam tumbuh dengan baik di dalam jiwanya sebuah tata-krama kehidupan Dalihan Natolu.

Dari gambaran tersebut dapat kita lihat bahwa ketiga fungsi social Dalihan Natolu, yaitu fungsi-fungsi dongantubu, boru, hula-hula serta tata-krama pergaulan, pada dasarnya adalah tertanam dan bertumbuh didalam diri setiap orang, dan dalam pergaulan hidup sehari-hari setiap orang harus selalu menyadari fungsi sosialnya yang tepat dalam berhadapan dengan setiap orang lain.

REFERENSI BACAAN

1. Harry Parkin: BATAK FRUIT OF HINDU THOUGHT, Madras, India: The Cristian Literature Society, 1978.

2. W. Hutagalung: ADAT TARINGOT TU RUHUT-RUHUT NI PARDONGAN SARIPEON DI HALAK BATAK. Jakarta: N.V. Pusaka, 1963.

3. J.C. Vergouwen: MASYARAKAT DAN ADAT HUKUM BATAK TOBA, Jakarta: Pustaka Azet, 1985.

4. Ph. O.L. Tobing: THE STRUCTURE OF THE TOBA-BATAK BELIEF IN THE HIGH GOD, Makasar: South and South- East Celebes Institute for Culture, 1963.

5. T.M. Sihombing: FILSAFAT BATAK , Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

6. Makalah seminar “ Injil dan Adat Batak” parheheon NHKBP Kr. Jati, Jakarta 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar